Batak adalah sebuah istilah kolektif yang digunakan untuk mengenal pasti sebilangan kumpulan etnik yang terdapat di kawasan tanah tinggi di Sumatra Utara, Indonesia. Kawasan pedalaman mereka terletak di sebelah barat Medan dan berpusat di Danau Toba. Sebenarnya orang "Batak" terdiri daripada beberapa kumpulan etnik yang berbeza tetapi mempunyai bahasa, budaya dan adat yang agak serupa. Walaupun istilah "Batak" digunakan untuk orang-orang Toba, Karo, Pak Pak, Simalungun, Angkola dan Mandailing, ada di kalangan mereka yang tidak suka dikenali sebagai orang Batak. Sebelum mereka dijajah oleh Hindia Timur Belanda, suku Batak mempunyai reputasi sebagai pahlawan-pahlawan yang garang yang kadangkala mengamalkan kanibalisme. Dengan ketibaan penjajah Belanda, ramai di antara mereka telah memeluk agama Kristian. Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) merupakan sebuah gereja dengan penganut paling ramai di Indonesia. Masyarakat Batak adalah bersifat kebapaan. Hasil kraf tangan Batak yang terkenal termasuk hasil tenunan, ukiran kayu dan terutama sekali, ukiran batu-batu nisan. Upacara pengkebumian mereka sangat kaya dan kompleks. Contohnya, mereka mempunyai sebuah majlis di mana tulang-tulang nenek moyang mereka digali dan dikebumikan semula beberapa tahun setelah kematian dalam sebuah upacara yang dipanggil mangungkal holi. Kebanyakkan orang Batak kini adalah penganut agama Kristian dengan sebuah golongan minoriti Islam. Ajaran Kristian yang diikuti mereka adalah dari fahaman Lutheran yang diperkenalkan oleh mubaligh-mubaligh Jerman pada abad ke-19. Seorang pendakwah Jerman terkenal ialah Ludwig Ingwer Nommensen. Orang Batak bertutur dalam pelbagai bahasa yang berkait rapat, kesemuanya ahli keluarga bahasa Austronesia. Latar Belakang Sejarah Aksara Batak Dalam masyarakat, bahasa sering dipergunakan dalam pelbagai konteks dengan pelbagai macam makna. Ada orang yang berbicara tentang "bahasa warna", tentang "bahasa bunga", tentang "bahasa diplomasi", tentang "bahasa militer", dan sebagainya. Di samping, itu dalam kalangan terbatas, terutama dalam kalangan orang yang membahas soal-soal bahasa, ada yang berbicara tentang "bahasa tulisan", "bahasa lisan", "bahasa tutur", dan sebagainya. Bahasa adalah sistem bunyi, jadi bahasa adalah apa yang dilisankan orang. Tulisan sebagai wahana bahasa perlu sekali dari awal dipahami secara tepat, karena sampai sekarang masih banyak orang menyangka bahwa tanpa tulisan. tidak ada bahasa, padahal banyak sekali bahasa di dunia ini yang tidak mempunyai sistem tulisan. Anak-anak pun sudah pandai berbicara sebelum mereka belajar menulis. Sebaliknya masih banyakjuga orang yang menyangka bahwa linguistik mengabaikan tulisan, padahal penyelidikan linguistik mengenai sistem tulisan sudah lama dilakukan orang (Kridalaksana, 1990:89-92). Sistem tulisan atau aksara ciptaan manusia yang paling berguna. Dengan tulisan manusia dapat menembus batas-batas waktu dan ruang. Ingat manusia itu pendek: dengan tulisan manusia dapat menyimpan kekayaan akal budinya. Bahasa dan kehidupan masyarakat dapat dibaca betapa tulisan menyebabkan adanya fungsi bahasa yang beraneka warna. Sejarah Aksara Sulit sekali sekarang ini untuk mengetahui kapan manusia pertama kali mempergunakan tulisan. Para ahli linguistik pada umumnya mengira tulisan tumbuh dari gambar seperti yang kita temukan di gua Altamira di Spanyol Utara. Pada waktu kemudian gambar-gambar itu sungguh-sunguh menjadi tulisan, atau piktogram. Berlainan dengan tulisan modern, piktogram. secara langsung menggambarkan benda yang dimaksud. Tulisan piktogram dipakai di kalangan orang-orang Indian Amerika, orang Yukagir di Siberia dan juga dapat ditemukan di pulau Paska (Pasifik Timur). Dalam zaman modern pun piktogram masih dipakai dalam tanda lalu lintas internasional, dan pada tanda-tanda kamar kecil untuk laki-laki dan untuk perempuan. Pada suatu saat, piktogram tidak hanya menunjukkan gambar benda yang, dimaksud melainkan juga sifat-sifat benda itu atau konsep-konsep yang berhubungan dengan benda itu; misalnya dalam tulisan hieroglif di Mesir (dipakai sekitar 4000 tahun s.M). Kebenaran itu dapat di lihat, yaitu gambar tongkat dari Firaun berarti 'memerintah' Dalam sejarah yang panjang piktogram atau ideogram itu disederhanakan sehingga tidak tampak lagi hubungan antara gambar dan apa yang dimaksud. Salah satu contoh dapat dilihat dari aksara paku, yang dipergunakan oleh bangsa Sumoria pada 4000 tahun s.M. Sistem tulisan Sumeria tersebut kemudian diambil alih oleh orang Persia, yaitu pada tahun (600-400 s.M), tetapi tidak untuk menggambarkan atau gagasan atau kata melainkan untuk menggambarkan suku kata. Sistem yang demikian disebut aksara silabis. Dalam waktu yang hampir bersamaan orang Mesir mengembangkan juga tulisan yang menggambarkan suku kata. Aksara silabis ini mempengaruhi sistem tulisan bangsa-bangsa lain termasuk bangsa Fenesia yang hidup di Pantai Timur Laut Tengah (sekarang disebut Libanon). Pada sekitar tahun 1500 s.M. aksara Fenesia membuat 22 suku kata. Dalam sistem ini setiap tanda melambangkan satu konsonan diikuti oleh satu vokal. Dalam tahun ke-10 s.M. tulisan silabis orang Fenesia itu dipinjam oleh orang Yunani. Tetapi, karena bahasanya berlainan sifat silabisnya akhirnya ditinggalkan dan orang Yunani mengembangkan tulisan yang bersifat alfabetis, yaitu dengan mengambarkan setiap konsonan dan vokal dengan satu huruf. Aksara Yunani ini kemudian diambil alih oleh orang Romawi dan dalam abad-abad pertama Masehi aksara Romawi atau Latin ini menyebar ke seluruh dunia dan sampai ke Indonesia sekitar abad ke-16 bersamaan dengan penyebaran agama Kristen. Aksara Romawi ini sampai sekarang masih dipakai. Jauh sebelum aksara Romawi dikenal di Indonesia pelbagai bahasa di Indonesia ini sudah mengenal aksara yaitu aksara yang dikenal dalam Bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bali, Sasak, Lampung, Bugis Makasar, dan Batak. Jenis aksara ini diturunkan dari aksara Pallawa dipakai di India Selatan dalam abad ke-4 M. yang disebarkan di Indonesia bersamaan dengan penyebaran agama Hindu dan Budha. Aksara Pallawa sendiri diturunkan dari tulisan Brahmi yang asal-usulnya dapat ditelusuri ke tulisan Semit. Jadi aksara India itu sebenarnya seasal dengan aksara Ibrani, Parsi, dan Arab. Kedatangan agama Islam di Indonesia menyebabkan tersebamya aksara Arab. Aksara Arab yang dikenal di Indonesia berlainan sedikit daripada aksara Arab di negeri Arab, karena mendapat pengaruh dari aksara Arab-Parsi. Aksara Arab yang dipakai dalam Bahasa Melayu dikenal sebagai aksara Jawi. Bahasa Jawa juga mempergunakan tulisan Arab khususnya yang dipakai dalam karya-karya yang bersangkutan dengan agama Islam. Tulisan Arab untuk Bahasa Jawa ini dikenal sebagai aksara Pegon. Menurut N. Siahaan (1964:115), bahwa Sastra tulis telah lama ada, diduga sejak abad ke-13, yaitu dengan adanya "aksara Batak yang berasal dari aksara Jawa Kuna melalui aksara Sumatera Kuna", sesudah Singosari mengirimkan tentaranya ke Jambi di Sumatera Tengah. Sastra tulis itu adalah berupa ilmu perbintangan atau astronomi, tarombo atau silsilah, ramuan pengobatan tradisionil, turi-turian yang bersifat mythe atau dongeng. Cerita-cerita itu ditulis dengan aksara Batak Toba pada kulit kayu yang lebarnya dapat dilipat. Tulisan pada kulit kayu itu disebut pustaha 'pustaka' yang sekarang ini sulit ditemukan. "Seperti diterangkan di atas bahwa tidak ada seorang ahli yang dapat mengetahui dari mana asal muasal aksara Batak." Namun, manusia hanya dapat mengira-ngira atau menghubung-hubungkan sejarah terjadinya aksara di muka bumi ini. Tetapi secara linguistik dapat dikaji bahwa aksara itu bermula dari "aksara Hieroglif Mesir", dan turun temurun sesuai dengan perkembangan zaman pada masa itu (lihat bagan di atas).. Permulaan Aksara Batak Menurut Versi Batak Ompunta Mulajadi Nabolon Nasa bangso na di liat portibi on, na marhatopothon adong do Debata, diparhatutu nasida do i, na tarpatupa Debata do na sa na boi dodoan ni roha ni jolma. Bangso Batak pe masuk do tuhorong na marhatopothon, adong Debata, i ma: Debata Mulajadi Nabolon. Parbinotoan i hibul jala Polim do di Jolma na parjoloi. Alai tutu molo lam tamba panarihon ni roha ni jolma di atas tano on, lam moru ma parbinotoan i, gabe holan pasi-pasina nama na tading. Ala ni i, massa i maol nama patorangon angka na masa sian narobi ni narobi, ala so diida mata jala so dibege pinggol. Dung i laos ditongos muse ma Debata Natolu. Ia dung songon i, ditongos Mulajadi Nabolon ma dua balunbalunan Surat Batak. Dibalunan na parjolo, i ma na margoar "Surat Agong ", i ma di lehon (bagian) ni Guru Tateabulan, jala disi tarsurat ma hadatuon (ilmu kedukunan), habeguon (ilmu tentang hantu), parmonsahon (ilmu silat) dohot pangaliluon (ilmu menghilangkan diri/ilmu gaib). Di balunan na paduahon, i ma na margoar "Surat Tombaga Holing" i ma bagian ni Raja Isumbaon, di si tarsurat taringot tu harajaon (kerajaan), paruhuman (ilmu Hukum), parumaon (Ilmu pertanian/persawahan), partigatigaon (Ilmu perdagangan) dohot paningaon (WM. Hutagalung, 1991:1 dan 33). Ompunta Si Raja Batak Ianggo anak ni Ompunta Raja Batak dua do, na parjolo na margoar Raja Ilontungon gelar Guru Tateabulan, na paduahon i ma na margoar Raja Isumbaon (WM. Hutagalung, 1991:32). Jadi Surat Agong dan surat Tumbaga Holing diterima Si Raja Batak dari Ompung Mulajadi Nabolon. Kemudian Surat Agong diraksahon (diterjemahkan) oleh Martuaraja doli, dan surat Tombaga Holing ditorsahon Tuan Sorimangaraja. Dari merekalah turun temurun surat Batak itu sampai sekarang ini. Dengan demikian Martuaraja doli dan Tuan Sorimangaraja lah yang pertama sekali membaca surat Batak yang diterima Si Raja Batak itu dari Ompunta Mulajadi Nabolon berupa Pustaha yang dituliskan di kulit kayu (laklak). Bentuk Tulisan Batak Tentang tulisan Batak ada beberapa perbedaan kecil antara tulisan Batak Angkola - Sipirok - PadangLawas - Mandailing - Toba - Dairi - Simalungun dan Batak karo. Perbedaan itu terdapat pada peletakan anak huruf kepada induk huruf (ina ni surat). Tulisan Batak dinamai silabis (sama dengan tulisan-tulisan Jawa, Lampung, Bali dan sebagainya, maksudnya satu huruf itu menyatakan satu suku kata, sepertl a, u, i, ba, ma, da dan seterusnya. Untuk menyatakan bunyi konsonan digunakan tanda pangolat, di samping itu ada juga tanda haluaan, haborotan, singkora, hamisaran dan sikorjan. Dialek-dialek Dairi dan Karo mempunyai tanda [ e ] lemah, demikian juga ada tanda [ h ] khusus (terikat) pada induk huruf, dan vokal rangkap seperti /ou/ tanda ini terdapat di Simalungun di Karo juga mempergunakan tanda bunyi { h } pada induk huruf, seperti arah [ XXX ] dan basuh [ XXX ]. Selanjutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan aksara Batak yakni : 1. Untuk mengakhiri sebuah wacana atau cerita harus menggunakan tanda bunga. 2. Dengan munculnya kata-kata kado, kota, kopi, kamar, dan kapal, sehingga induk huruf /ha/ sudah sewajarnya dibedakan dari /ka/, misalnya dengan menambahkan sedikit tanda pada kaki Induk huruf /ha/ misalnya diberi tanda garis dua pada sebelah kanan atas induk huruf /ha/misalnya: 3. Bila perlu dipergunakanjuga induk huruf /ca/ dengan meminjam aksara Batak Angkola-Mandailing. 4. Penulisan kata dengan ejaan Latin berdasarkan ucapan fonetis terutama kata-kata yang di dalamnya terdapat varian fonetis harus ditolak, supaya tetap sejalan dan selaras dengan ejaan tradisional. Misalnya: angkang dibaca [akkang] 'abang' harus tetap ditulis angkang, bukan akkang, humham dibaca hukkam dan seterusnya. Untuk menuliskan induk huruf selalu dibawah garis, dan agak melengkung sedikit agar rapi kelihatannya. Banyaknya pendapat tentang asal muasal aksara Batak, hal itu berdasarkan teori linguistik yang di tulis oleh Harimurti Kridalaksana (1990:89-91), dan beberapa sumber dari pustaha-pustaha Batak yang dapat diyakini. . Aksara Batak Toba Induk Huruf Sistem tradisi penulisan didalam bahasa Batak Toba diduga telah ada sejak abad ke-13,dengan aksara yang mungkin berasal dari aksara Jawa Kuna, melalui aksara Sumatera Kuna. Aksara ini bersifat silabis artinya tanda untuk menggambarkan satu suku kata/silaba atau silabis. Jumlah lambang /tanda itu sebanyak 19 buah huruf yang disebut juga induk huruf dan ditambah 7 jenis anak huruf. Pada dasarnya huruf /ka/ tidak pernah ditemukan dalam bahasa Batak Toba, misalnya orang Batak Toba pada mulanya bila menyebutkan kopi adalah hopi, dan hoda [bukan kuda]. Tetapi sekarang ini orang Batak tidak lagi menyebutnya hopi melainkan kopi, itulah perubahan pelafalan dalam bahasa Barak Toba. Catatan: 1. Untuk menuliskan semua kata-kata asli bahasa Batak. Sebenarnya hanyalah dipergunakan aksara-aksara yang telah diperkenalkan itu. Tetapi karena pengaruh bahasa asing maka terpaksalah dibuat aksara-aksara yang lain untuk melengkapi aksara yang sudah ada itu, yaitu : wa, ka , ya, nya dan ca. 2. Karena menulis garis yang agak melengkung jauh lebih mudah dan merasa senang dari pada membuat garis lurus, maka bentuk aksara-aksara Batak "Surat Barak" itu menjadi melengkung. 3. Cara menulis aksara Batak sama saja dengan menulis huruf latin, yaitu dari kiri ke kanan. 4. "Surat Batak" tidak mempunyai tanda baca seperti koma, titik koma dan lain sebagainya. 5. Pada surat Batak tak ada huruf besar atau kecil, sebab aksara Batak itu bentuknya sama. Anak huruf, Hatadingan (-) "e"; dan hamisaran/paninggil (..-) "ng" berada pada induk huruf dan hamisaran/paninggil "ng" dapat melekat dengan anak huruf seperti haluaan (o), singkora (x) 6. Hamisaran; Paninggil "ng" selalu melekat pada anak huruf, seperti haluaan (o), singkora(x). Anak Huruf Anak huruf dalam aksara Batak Toba terdiri atas 7 buah yang dipergunakan untuk mengubah bunyi induk huruf, misalnya bunyi /i, u, o,e/ dan menambah bunyi /ng/ pada induk huruf tersebut . Perhatikan anak huruf di bawah ini. 1. Haluaan (.... o)bunyi /i/, yakni mengubah bunyi induk huruf menjadi bunyi /i/. 2. Haboruan atau haborotan (...>) bunyi /u/, yakni mengubah bunyi induk huruf menjadi bunyi /u/. 3. Singkora atau siala (...x) bunyi /o/, yakni mengubah bunyi induk huruf menjadi bunyi /o/. 4. Hatadingan (-...) bunyi /e/, yakni mengubah bunyi induk huruf menjadi bunyi /e/. 5. Paninggil atau hamisaran bunyi /ng/, yakni menambah tanda garis di atas induk huruf sebelah kanan yang menjadi bunyi /ng/ atau tanda diakritis yang menutup suku kata dengan bunyi. 6. Sikorjan (...=) bunyi /h/ yang terikat. Selain bunyi "h" yang dapat berdiri sendiri ada juga bunyi "h". yang terikat kepada induk huruf (ina ni surat). Dahulu kala dalam pustaha Batak tidak mengenal huruf "h" yang terikat, akan tetapi mengenal huruf "h" yang bebas (tidak terikat) pada ina ni surat (induk huruf). Tanda huruf "h" (sikorjan) yakni membubuhi tanda garis dua diatas induk huruf agak ke sebelah kanan, yang pada akhirnya berbunyi /h/. 7. Pangolat (\), merupakan garis miring berfungsi untuk merubah bunyi vokal menjadi bunyi konsonan atau tanda diakritis yang menghilangkan bunyi dari huruf induk pada akhir suku kata. 8. Untuk pemenggalan di akhir kata, dipakai tanda kurung tutup misalnya tanda [ ) ]. 9. Untuk mengakhiri kalimat dipergunakan tanda kembang. 10. Semua aksara ditulis di bawah garis dengan tujuan agar kelihatannya rapi dan mudah ditulis. Huruf besar dan huruf kecil tidak ada perbedaan. 11. Kata dalam aksara Batak ditulis tanpa jarak, tidak mempunyai batas permisah antar kata. 12. Untuk menulis aksara Batak ditulis agak melengkung sedikit (punggungnya agak bungkuk sedikit). 13. Patik dohot poda ni surat Batak (1) Ingkon jumolo do ina ni surat bahenon, misalnya morhamisaran "ng" ipe asa maranak; morhatadingan "e"; morhaboruan "o" morhauluan "i"; morhaboritan "u". (2) Ingkon jumolo do ina ni surat marhajoringan "h" (di Simalungun dohot Karo) ipe asa maranak; hatalingan "e" ; haboruan "o" hauluan "i". (3) Ingkon jumolo do ina na tu inana tongonon "manongan ", ipe asa mangihut anakna bahenon. Ndang jadi tu anak ni surat ampe hamisaran i, ingkon tu ina ni surat do parjolo, ipe asa maranak, morhauluan manang morhaboruan. PENGEMBANGAN AKSARA BATAK Pada awalnya nenek moyang kita Siraja Batak mengukir aksara Batak untuk dapat menulis bahasa Batak, bukan untuk dapat menulis bahasa-bahasa yang lain. Barangkali pada waktu aksara Batak itu disingahon Siraja Batak, mereka tidak teipikir bahwa masih ada bahasa-bahasa yang lain selain bahasa daerah Batak. Akan tetapi setelah Siraja Batak marpinompari, mereka menyebar ke desa na uwalu, barulah mereka tahu bahwa sebenarnya masih ada bahasa daerah selain bahasa Batak. Hal ini setelah datangnya sibontar mata (bangsa asing), kemudian menyusul dengan perang Batak dan perang Padri, barulah terbuka mata para pendahulu kita bahwa sebetulnya masih banyak bahasa-bahasa yang mereka temui di luar Tano Batak. Kemudian kita merdeka, maka semakin banyak pula pergaulan orang Batak dalam rangka mencari upaya-upaya peningkatan taraf hidup. Mereka bisa sekolah di negeri masing-masing bahkan bisa di luar Tano Batak dan akhirnya bisa ke Batavia. Pengetahuan kita semakin terbuka sehingga selain bahasa Indonesia masih banyak bahasa-bahasa daerah lain dibumi persada kita ini. Kalau kita melihat bahasa daerah Sunda, Jawa, Bali dan lain-lain, aksara Batak itu hanya bisa menulis bahasa Indonesia selain bahasa Batak. Aksara Batak tidak bisa menulis bahasa Sunda, Jawa, Aceh, Bali dan sebagainya maupun bahasa-bahasa asing seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman. Untuk mengantisipasi perkembangan zaman, tokoh-tokoh masyarakat Batak melalui seminar pada tanggal 17 Juli 1988, telah mencoba mengembangkan aksara Batak dari 19 induk huruf menjadi 29 induk huruf. Dengan demikian, maka bahasa Indonesia akan dapat dituliskan dengan aksara Batak. Surat Batak yang disepakati 17 Juli 1988, dikembangkan oleh masyarakat BatakAngkola-Sipirok-Padang Lawas-Mandailing-Toba-Dairi-Simalungun dan Batak Karo.
Latest Entries »
Selasa, 29 Maret 2011
Belajar aksara batak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar